Oleh : Syafitri Ramadhani
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
dari Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Garangindonesia.com –Saat ini dunia telah memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan adanya fenomena “Internet of Things” (IoT). IoT merupakan konsep dimana objek memiliki kemampuan untuk mentransfer data melalui sebuah jaringan tanpa memerlukan interaksi dua arah, baik manusia ke manusia maupun manusia ke perangkat komputer. Jum’at (14/06/2024).
Hal ini juga dapat kita lihat di dunia kesehatan dimana saat ini dunia kesehatan telah bertransformasi pada sistem digitalisasi, Sehingga dengan demikian saya tertarik untuk melakukan mengenai Sistem Informasi Kesehatan.
Wawancara yang telah saya lakukan di salah satu puskesmas pada tanggal 29 Meis 24 di Aceh Barat, dengan salah satu staff tenaga kesehatan yaitu Bapak Adi, beliau merupakan ahli di bidang survailans COVID-19 dan beliau juga menjadi narasumber kami untuk sistem informasi kesehatan di puskesmas tersebut saat turun lapangan langsung.
Saat wawancara saya mengajukan beberapa pertanyaan- pertanyaan mengenai SIK di sana sistem yang digunakan untuk menginput data ada menggunakan pencatatan manual serta sistem komputerisasi.
Jadi dari sistem komputerisasi ini terdapat begitu banyak aplikasi hal ini lah yang menarik perhatian saya, untuk aplikasi di bagian manajemen terdapat 2 yaitu untuk bendahara operasional kesehatan (E-REN) dan untuk bendahara rutin gaji : Internet Bank Compare ( IBC).
Sedangkan di bagian kesehatan terdapat lebih kurang 15 aplikasi kesehatan yang diantaranya ( ASIK, SITB,SIHA, SIHEPI, DILACAK, All Recor Antigen, SMILE, E-KOHOL, IKS, SiKELING, E-Monev HSP &TVU, E-PPGBM, SIMKESWA, SELENA, DAN VAKSIN -SMILE) setiap aplikasi ini memiliki penanggungjawab masing-masing.
Dapat kita lihat dari sekian banyak aplikasi ini akan membuat para tenaga kesehatan akan kewalahan karna tidak hanya menjalankan tugas mereka juga harus menginputkan laporan kesehatan dan juga banyak tantangan serta kendala yang dihadapi penggunaan aplikasi akan ada kendala jaringan sehingga laporan harus di buat di kertas secara manual sehingga data tersebut akan bertumpuk dan tidak menjadi real time pelaporannya.
Dengan belum terintegrasinya aplikasi kesehatan di berbagai fasilitas kesehatan maka akan menyebabkan munculnya beberapa masalah yang diantaranya :
1. Koordinasi Data yang Buruk :
Tanpa aplikasi terintegrasi, data pasien dan catatan medis tersebar di berbagai sistem yang tidak terhubung. Hal ini menyulitkan koordinasi perawatan pasien dan dapat menyebabkan informasi penting terlewat atau terpisah.
2. Efisiensi yang Rendah :
Proses administrasi dan layanan medis di puskesmas yang masih manual atau menggunakan sistem terpisah-pisah menyebabkan waktu tunggu yang lama bagi pasien. Hal ini menurunkan efisiensi dan kepuasan pasien terhadap layanan puskesmas.
3. Keterbatasan Pengawasan dan Pelaporan :
Tanpa adanya aplikasi terintegrasi, sulit bagi pihak manajemen puskesmas untuk mengawasi kinerja, melakukan analisis, dan membuat pelaporan yang komprehensif. Hal ini menghambat upaya peningkatan kualitas layanan.
4. Kesulitan Akses Informasi Bagi Pasien :
Pasien sulit untuk mengakses informasi medis mereka sendiri atau melakukan hal-hal seperti membuat janji temu, karena tidak ada saluran digital yang terintegrasi.
Solusinya adalah pengembangan dan implementasi aplikasi kesehatan terintegrasi di seluruh puskesmas. Aplikasi ini harus dapat menghubungkan data pasien, catatan medis, manajemen antrian, pelaporan, dan fitur lainnya dalam satu sistem.
Hal ini akan meningkatkan koordinasi, efisiensi, pengawasan, dan kemudahan akses bagi pasien dan juga bagi petugas kesehatan.
Pemerintah pusat dan daerah perlu mendorong dan mendanai inisiatif ini agar dapat diterapkan secara merata di seluruh puskesmas di Indonesia. Dengan demikian, kualitas layanan kesehatan dasar dapat terus ditingkatkan demi kesejahteraan masyarakat. **
Tim Redaksi